Artikel
Pengendalian dan Pencegahan Rabies di Indonesia: Upaya, Tantangan, dan Solusi
- dr. Rosa Puspita

1. Etiologi, Cara Penularan, dan Gejala Klinis
Rabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus rabies (Genus lyssa virus dan termasuk ke dalam family Rhabdoviridae) yang menyerang sistem saraf pusat, dan dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan cepat. Virus rabies mampu hidup pada pemanasan dalam jangka waktu lama. Pada prinsipnya, virus ini memiliki karakter semakin rendah suhu lingkungan maka semakin lama virus tersebut dapat bertahan. Virus rabies mudah mati oleh sinar matahari dan sinar ultraviolet, pengaruh keadaan asam dan basa, zat pelarut lemak (seperti: eter dan kloroform), Na deoksikolat, dan air sabun.
Hewan yang berpotensi sebagai sumber penularan rabies pada manusia adalah anjing, kucing dan kera. WHO menyebutkan bahwa masa inkubasi virus rabies adalah rata-rata 30-90 hari. Lama singkatnya masa inkubasi ini dipengaruhi oleh jenis/strain virus rabies, jumlah virus yang masuk, kedalaman luka gigitan, lokasi luka, banyaknya persarafan di wilayah luka dan imunitas penderita. Adapun ciri hewan yang kemungkinan berpotensi rabies antara lain: hewan tidak mengenal tuannya, sering menghindar dan mengacuhkan perintah tuannya; Mudah terkejut dan cepat berontak bila ada provokasi; takut cahaya; takut air; gonggongan parau; air liur berbuih; tidak mampu mengunyah; dan lumpuh atau saat berjalan kaki belakang diseret. Sedangkan pada manusia, rabies menunjukkan gejala sebagai berikut:
- Tahap prodromal: pada tahap awal gejala yang muncul berupa demam, lemas, lesu, tidak nafsu makan, insomnia, nyeri kepala hebat, maupun sakit tenggorokan.
- Tahap sensoris: pada tahap ini pasien akan kesemutan atau ada rasa panas (parestesi) di area gigitan, cemas, maupun reaksi berlebihan terhadap rangsangan sensorik.
- Tahap eksitasi: pada tahap ini penderita mengalami gangguan neurologis, bingung, gelisah, halusinasi, ketakutan disertai perubahan perilaku menjadi agresif, serta phobia (misalnya: hidrofobia, aerofobia, fotofobia).
- Tahap paralisis: tahap ini dijumpai paralisis otot bertahap dimulai dari bagian bekas luka gigitan/cakaran. Penurunan kesadaran berkembang perlahan hingga akhirnya mati karena kelumpuhan otot pernafasan dan jantung.
2. Pencegahan Rabies Pada Manusia
Pencegahan rabies pada manusia meliputi tatalaksana luka gigitan hewan penular rabies hingga vaksinasi. Penanganan luka gigitan hewan penular rabies meliputi: pencucian luka, pemberian antiseptik, serta pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR).
- Pencucian luka
Pencucian luka dilakukan menggunakan sabun di bawah air mengalir selama kurang lebih 15 menit sesegera mungkin. Pencucian luka tanpa menggunakan alat-alat medis yang berlebihan karena dikhawatirkan akan menimbulkan luka baru dimana virus semakin masuk ke dalam. Setelahnya dapat menghubungi fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan.
- Pemberian Antiseptik
Pemberian antiseptik pasca pembersihan luka bertujuan untuk membunuh virus rabies yang masih tersisa di sekitar luka gigitan. Antiseptik tersebut antara lain: povidon iodine, alkohol 70%, dan zat antiseptik lainnya.
- VAR dan SAR
Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian vaksin anti rabies dan serum anti rabies antara lain: kondisi hewan saat pajanan terjadi, hasil observasi hewan, hasil pemeriksaan laboratorium spesimen otak hewan, serta kondisi luka yang ditimbulkan. Pemberian vaksinasi rabies adalah bertujuan untuk merangsang sistem imunitas dalam tubuh dan diharapkan antibodi yang terbentuk akan menetralisasi virus rabies. Pemberian vaksin anti rabies ini tidak akan memberikan manfaat lagi jika virus rabies terlanjur telah berlanjut dan mencapai susunan saraf pusat. Untuk itu pemberian VAR atau SAR sesegera mungkin perlu diperhatikan dengan mempertimbangkan hal-hal yang telah disebutkan di atas. SAR turut diberikan jika luka tergolong risiko tinggi yaitu jilatan/luka pada mukosa, luka di atas daerah bahu (leher, muka dan kepala), luka pada jari tangan dan kaki, luka di bagian genitalia, luka yang lebar/dalam, maupun banyaknya jumlah luka.
3. Vaksin Anti Rabies
- Purified Vero Rabies Vaccine/PVRV (Verorab ®)
Merupakan vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam spuit injeksi. Vaksin ini disuntikkan ke dalam otot/ intramuskular (IM) di daerah lengan atas (deltoid) ataupun di wilayah paha anterolateral (anak-anak umur di bawah 1 tahun). Dosis pada anak maupun dewasa adalah sebesar 0.5 ml dengan waktu pemberian:
-
- Hari ke 0, 2 dosis (lengan atas kanan dan kiri atau paha kanan dan kiri untuk anak < 1 tahun)
- Hari ke-7
- Hari ke-21
- Purified Chick Embriyo Cell-culture vaccine/PCECV (Rabipur®)
Dosis yang diberikan adalah sebesar 1 ml ke dalam otot / intramuskular dengan waktu pemberian sebagai berikut:
-
- Hari ke 0, 2 dosis ( pada area lengan atas kanan dan kiri atau paha kanan dan kiri untuk anak < 1 tahun)
- Hari ke–7 (1 dosis)
- Hari ke-21 (1 dosis).
References:
- World Health Organization (WHO). (2023). Rabies. Retrieved from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/rabies
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2021). Pedoman pengendalian rabies di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
- Dharmawan, S., Rusmilah, N., & Setiawan, K. (2024). Epidemiologi rabies di Indonesia: Status terkini dan tantangan pengendaliannya. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 12(3), 123-130.
- Li, R., Huang, S., Zhang, H., et al. (2024). Effectiveness of post-exposure prophylaxis for rabies prevention in humans: A systematic review. Vaccine, 42(1), 67-74. https://doi.org/10.1016/j.vaccine.2023.11.056
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Buku Saku Rabies: Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.