Artikel
Mengenal Japanese Encephalitis (JE): Ancaman Kesehatan di Asia dan Oseania
- Kimia Farma Laboratorium & Klinik

1. Japanese Encephalitis (JE)
Japanese Encephalitis (JE) adalah salah satu penyebab gangguan sistem saraf pusat yang dapat berakhir dengan kecacatan maupun kematian. Sekitar 67.000 kasus baru pertahunnya terjadi di 24 negara di kawasan asia-oceania sebagaimana yang dilaporkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). JE adalah penyebab utama encefalitis akibat virus di Asia termasuk Indonesia. Sejak Juli 2023 hingga tahun 2024, Indonesia telah mencatat 145 kasus JE dengan Provinsi Kalimantan Barat sebagai kontributor terbesar. JE dapat berakhir dengan penurunan kualitas hidup bahkan hingga kematian. Angka kematian akibat JE tergolong tinggi yakni sebesar 20-30% sedangkan 30–50% penyintas mengalami kelumpuhan, gangguan kejang, perubahan perilaku, atau kecacatan permanen. Hal inilah yang mendasari mengapa infeksi virus ini harus dicegah.2. Penyebaran Japanese Encephalitis (JE)
Virus penyebab JE ditularkan melalui gigitan nyamuk Culex, terutama spesies Culex tritaeniorhynchus yang berkembang biak di genangan air dan sawah yang tergenang. Nyamuk ini lebih aktif menggigit pada malam hari. Virus JE sendiri beredar di alam melalui siklus yang melibatkan babi dan burung air sebagai inang perantara. Babi merupakan inang utama dalam siklus penyebaran virus Japanese Encephalitis (JE). Setelah terinfeksi, virus dapat berkembang dalam darah babi dengan kadar tinggi selama 4–6 hari. Nyamuk Culex yang menggigit babi pada periode ini dapat membawa virus dan kemudian menularkan pada manusia melalui gigitannya. Inilah sebabnya daerah dengan populasi babi yang tinggi terutama di lingkungan pertanian lebih berisiko mengalami wabah JE. Karena adanya hewan-hewan ini sebagai penyebar virus alami, penyakit JE sulit untuk diberantas sepenuhnya dan manusia dikatakan sebagai dead-end host, karena setelah terinfeksi, virus tidak dapat berkembang biak dalam jumlah tinggi pada aliran darah manusia. Oleh karena itu, manusia tidak dapat menularkan virus tersebut kembali ke nyamuk atau ke manusia lain.3. Gejala serta Diagnosis Japanese Encephalitis
Sebagian besar orang yang terinfeksi virus Japanese Encephalitis (JE) tidak merasakan gejala apapun. Namun, beberapa orang mungkin mengalami gejala ringan seperti demam dan sakit kepala. Pada sebagian kecil kasus, infeksi dapat berkembang menjadi ensefalitis yang merupakan peradangan otak. Gejala awalnya termasuk kelelahan, demam, sakit kepala, mual, muntah, atau diare. Jika infeksi berkembang lebih parah, gejala yang lebih serius bisa muncul, seperti kebingungan, perubahan perilaku, rasa kantuk berlebihan, kejang, kelemahan otot, dan gerakan tubuh yang abnormal. Ensefalitis yang disebabkan oleh JE dapat menyebabkan kerusakan saraf permanen atau bahkan berakibat fatal. Oleh karena itu, deteksi dini dan perawatan medis yang cepat sangat penting untuk mengurangi risiko komplikasi berat. Diagnosis Japanese Encephalitis umumnya dilakukan melalui tes darah atau sampel pemeriksaan biakan kuman cairan otak tulang belakang. Jika seseorang terinfeksi, dipastikan orang tersebut tidak akan menularkan virus ini kepada orang lain.4. Pencegahan Japanese Enchapilis
Indonesia merupakan salah satu negara endemis untuk Japanese Encephalitis (JE) terutama di daerah pedesaan, pertanian, dan persawahan dimana nyamuk Culex sering berkembang biak. Oleh karena itu, langkah pencegahan sangat penting untuk mengurangi risiko infeksi. Beberapa langkah yang dapat diambil untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk pembawa virus ini adalah:- Pakaian Perlindungan: mengenakan pakaian panjang dan longgar saat bekerja atau beraktivitas di luar ruangan, terutama di area persawahan dan ladang yang sering tergenang air. Serta penggunaan kelambu saat tidur.
- Penggunaan Obat AntiNyamuk: menggunakan repelan nyamuk atau obat nyamuk pada kulit yang terbuka terutama saat beraktivitas di daerah yang rawan JE, seperti kawasan pertanian.
- Mengelola Genangan Air: di wilayah pertanian dan persawahan Indonesia, penting untuk mengurangi genangan air yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Culex. Dengan cara ini, kita bisa meminimalkan populasi nyamuk yang dapat menularkan virus.
- Alat Pelindung Diri (APD): pekerja yang terlibat dalam pertanian atau yang berada di area yang berisiko tinggi terinfeksi seperti petani atau pekerja sawah, disarankan untuk menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai. Ini termasuk pelindung tubuh dan masker untuk menghindari gigitan nyamuk.
- Vaksinasi: meskipun langkah-langkah pencegahan fisik dapat mengurangi risiko, vaksinasi tetap menjadi cara paling efektif untuk melindungi diri dari JE. Di daerah endemis seperti Indonesia vaksinasi sangat dianjurkan, terutama bagi mereka yang tinggal atau bekerja di daerah berisiko tinggi.
5. Vaksinasi Japanese Encephalitis
Vaksinasi JE merupakan salah satu vaksin yang mendukung program SDGs 2030 (Sustainable Development Goals), sebuah program yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang salah satunya adalah mengakhiri penyakit menular dan mengurangi penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Pemerintah Indonesia berkomitmen tinggi untuk melindungi seluruh masyarakat dari kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit-penyakit berbahaya yang dapat dicegah dengan imunisasi. Salah satunya dengan menambahkan imunisasi JE ke dalam program imunisasi rutin di wilayah endemis terutama di Indonesia. Dengan bantuan WHO, Pemerintah Indonesia memperluas imunisasi JE untuk mencakup semua anak yang membutuhkan serta mendukung penelitian dan kajian lebih lanjut untuk meningkatkan pemahaman tentang peta penularan penyakit ini dan memastikan cakupan ke seluruh komunitas yang berisiko. Terdapat 4 jenis vaksin di dunia dan digunakan dalam program imunisasi Japanese Encephalitis, yaitu:- Live-attenuated vaccine (strain SA 14-14-2).
- Inactivated Vero cell-derived vaccine (JE-VC).
- Inactivated mouse brain-derived vaccine (JE-MB).
- Live attenuated chimeric vaccine (gen dariyellow fever 17D).
6. Siapa Saja yang Harus Divaksin?
Vaksin Japanese Encephalitis dapat menyerang siapa saja yang bepergian di daerah endemis, oleh karena itu sebaiknya berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan mengenai kebutuhan vaksinasi. Hal ini sebaiknya mencakup:- Wisatawan yang berencana melakukan perjalanan ke negara endemis.
- Wisatawan dengan kemungkinan perjalanan di masa depan ke negara-negara yang memiliki paparan tinggi.
- Wisatawan dengan kemungkinan akan tinggal di daerah endemis walaupun dengan durasi pendek maupun panjang.
- Masyarakat yang tinggal di daerah pertanian atau pedesaan yang terutama memiliki banyak aktivitas dengan babi yang merupakan inang utama.
7. Siapa Saja yang Tidak Boleh Divaksin?
- Memiliki riwayat reaksi alergi parah terhadap vaksin JE: ini termasuk reaksi mengancam jiwa setelah dosis vaksin sebelumnya.
- Memiliki alergi parah terhadap komponen vaksin JE: artinya, Anda alergi terhadap salah satu bahan yang digunakan dalam vaksin tersebut.
- Sedang hamil: keamanan vaksin JE selama kehamilan belum sepenuhnya diketahui.
- Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah (immunocompromised): ini bisa disebabkan oleh kondisi seperti HIV/AIDS, pengobatan kanker, atau obat-obatan tertentu.
- Sedang sakit parah atau demam tinggi: jika Anda demam atau sakit serius, sebaiknya tunda vaksinasi sampai pulih.
8. Dosis Vaksinasi
Kelompok Usia | Jumlah Dosis | Volume per Dosis | Interval Pemberian | Keterangan |
Anak usia 9 bulan hingga 15 tahun | 1 dosis | 0,5 mL | – | Diberikan dalam program imunisasi di daerah endemis |
Dewasa dan anak di atas 15 tahun | 1 dosis | 0,5 mL | – | Diberikan kepada wisatawan atau individu yang akan tinggal lebih dari 1 bulan di daerah endemis |
Booster (untuk perlindungan jangka panjang) | 1 dosis | 0,5 mL | 1-2 tahun setelah dosis pertama | Diberikan di daerah endemis sesuai rekomendasi |
References:
- Centers for Disease Control and Prevention. (n.d.). Japanese encephalitis vaccine. Retrieved from https://www.cdc.gov/japanese-encephalitis/prevention/japanese-encephalitis-vaccine.html
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023, September 26). Kemenkes kenalkan imunisasi Japanese Encephalitis (JE) untuk cegah radang otak. Sehat Negeri Ku. Retrieved from https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20230926/0343980/kemenkes-kenalkan-imunisasi-japanese-encephalitis-je-untuk-cegah-radang-otak/
- Neliti. (2020). Vaksin Japanese Encephalitis: Manfaat dan cara pencegahannya. Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/399731-vaksin-japanese-encephalitis-manfaat-dan-8884531e.pdf
- World Health Organization. (2024). Japanese encephalitis. Retrieved from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/japanese-encephalitis
- South Australian Health. (2024). Japanese encephalitis – including symptoms, treatment and prevention. Retrieved from https://www.sahealth.sa.gov.au/wps/wcm/connect/public+content/sa+health+internet/conditions/infectious+diseases/japanese+encephalitis/japanese+encephalitis+-+including+symptoms%2C+treatment+and+prevention
- IDAI. (2018). Mengenal Japanese Encephalitis. Retrieved from https://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/japanese-encephalitis